BSN di TBT WTO Bahas Isu Strategis Sampah Plastik hingga Iklim
Sebagai sarana berbagi pengalaman antar Anggota World Trade Organization (WTO) diselenggarakan Thematic Session pada Selasa (7/3/2023) secara hybrid. Acara yang digelar untuk mengawali rangkaian sidang Komite Technical Barriers to Trade (TBT) WTO terkait praktik serta pendekatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan, serta inovasi yang telah diterapkan di lingkup domestik masing-masing Anggota WTO ini, dihadiri oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) selaku Notification Body and Enquiry Point (NB/EP) Indonesia yang diwakili oleh Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah.
Topik yang diangkat Thematic Session dalam kesempatan ini terdiri dari 2 hal yaitu Regulatory Cooperation Between Members on Plastic Regulation dan Regulatory Cooperation Between Members on Climate Change. Berkaitan dengan topik berkenaan dengan regulasi pengelolaan sampah di Indonesia, Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sinta Saptarina Soemiarno menyampaikan presentasi terkait kebijakan pengurangan dan penanganan sampah plastik dalam forum.
Indonesia membagikan pengalaman dalam pengembangan dan penerapan kebijakan manajemen sampah plastik. Sinta menyampaikan bahwa di tahun 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah dan 18% diantaranya berupa sampah plastik. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pengaturan diantaranya penerbitan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan PP 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik serta regulasi turunannya yang mengatur penanganan sampah mulai dari hulu sampai hilir, yang diberlakukan baik pada produsen, masyarakat umum, maupun pada pemerintah daerah.
Dalam hal ini, produsen diwajibkan untuk melakukan penanganan sampah dari kemasan atau produk yang sulit didekomposisi secara alami dengan target pengurangan 30% hingga tahun 2029. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa strategi, diantaranya kebijakan pembatasan plastik sekali pakai yang saat ini sudah dilakukan pada 101 daerah di Indonesia, mengubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah, peningkatan tanggung jawab produsen, peningkatan program daur ulang serta optimalisasi pengelolaan data sampah nasional. Oleh karena itu diharapkan Indonesia akan mencapai target Net Zero Emission di tahun 2030.
Strategi lain yang digunakan oleh Anggota WTO dalam pengelolaan sampah plastik yakni kebijakan recycled content requirement, pelabelan berdasarkan tingkat daur ulang (recyclability) dan pelabelan berdasarkan compostability. Kanada yang menargetkan minimal 50% material recycle sebagai penyusun kemasan plastik pada tahun 2030. Dengan adanya kebijakan ini, akan ditetapkan batas minimum kandungan bahan daur ulang pada setiap kemasan plastik yang harus diterapkan oleh pelaku usaha. Terkait pelabelan yang memiliki beberapa kategori, Kanada mempersyaratkan adanya sertifikasi pihak ketiga berdasarkan standar internasional Kanada dan ASTM. Selain itu, penelitian mengenai Life Cycle Assessment (LCA) terhadap plastik dalam hal ini juga menjadi salah satu tools yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk melakukan penilaian dan pengambilan keputusan terhadap produksi serta penggunaan polimer plastik.
Daniel Ramos, perwakilan dari WTO turut hadir dalam forum yang menyampaikan perkembangan diskusi terkait plastik yang telah didiskusikan sejak tahun 1995 dan mulai intensif dibahas sejak 2018 hingga sekarang.
Diskusi diarahkan pada negosiasi terhadap instrumen yang akan mengikat secara hukum di tataran internasional pada akhir 2023. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan terhadap 64 Anggota WTO, kebijakan Single Use Plastik dan Eco-design menjadi program terbanyak yang dilakukan dan efektif dalam pengurangan sampah plastik. Selain itu, terdapat pula kebijakan daur ulang dan pengemasan, serta pengelolaan limbah yang diadopsi sebagai program penanggulangan sampah plastik.
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh Anggota WTO dalam menerapkan regulasi penanganan sampah diantaranya kurangnya koherensi regulasi nasional antar Anggota WTO dan edukasi tentang sampah plastik kepada konsumen, kesulitan penerapan bahan-bahan pengganti plastik dan tingginya hambatan non-tarif pada produk plastik, serta perlunya peningkatan pengembangan standar internasional untuk bahan pengganti plastik.
Bahan presentasi panelis dalam Thematic Session on Regulatory Cooperation Between Members on Plastik Regulation dapat diakses melalui link sebagai berikut :
https://www.wto.org/english/tratop_e/tbt_e/tbt_0703202310_e/tbt_0703202310_e.htm
Kemudian, peranan standar, regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian terhadap kontribusi strategi Anggota dalam mengatasi perubahan iklim, serta pencapaian tujuan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Perjanjian Paris menjadi materi pembahasan di Thematic Session kedua.
Seperti yang diketahui, kebijakan lingkungan yang diambil suatu negara dapat berdampak positif dan negatif terhadap perdagangan internasional. Sebagaimana yang disampaikan Inggris dalam presentasinya, sebanyak 52 negara saat ini telah menerapkan 333 regulasi teknis terkait importasi turbin serta 523 persyaratan teknis terhadap impor converter yang diterapkan oleh 61 negara yang berbeda yang telah menjadi hambatan non tarif.
Berkenaan dengan hal tersebut, Kanada juga menyampaikan infrastruktur mutu saat ini yang telah disiapkan untuk menghadapi perubahan iklim, diantaranya beberapa teknologi seperti CarbonCures, ISO Net Zero Guiding Principle, penggunaan standar internasional, kerjasama transparansi standar, serta dorongan saling keberterimaan hasil penilaian kesesuaian antara lain dapat digunakan untuk mencegah terjadinya hambatan perdagangan produk.
Sertifikasi Green Product dan sistem pelabelan juga dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk mengurangi emisi sekaligus meningkatkan partisipasi sistem global governance. Label penandaan berdasarkan hasil sertifikasi produk berkualitas tinggi tersebut, kedepannya diharapkan memiliki kesetaraan dengan label lingkungan lain yang sudah ada sehingga dapat memfasilitasi perdagangan.
Sebagai kesimpulan dari pertemuan tersebut, dalam rangka menghadapi perubahan iklim, diharapkan agar para anggota WTO dapat berperan aktif dalam melakukan koordinasi dan kolaborasi pengembangan standar internasional, kerja sama regulasi, peningkatan transparansi, serta meningkatkan saling keberterimaan atau Mutual Recognition Arrangement (MRA) dalam proses penilaian kesesuaian yang menyangkut perubahan iklim.
Bahan presentasi panelis dalam Thematic Session on Regulatory Cooperation Between Members on Climate Change dapat diakses melalui link sebagai berikut :
https://www.wto.org/english/tratop_e/tbt_e/tbt_0703202315_e/tbt_0703202315_e.htm
Selain Indonesia, Anggota WTO yang berpartisipasi sebagai pembicara pada Thematic Session on Regulatory Cooperation Between Members on Plastic Regulation adalah Kanada, Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Selandia Baru, Turki dan Kenya. Hadir juga perwakilan dari International Electrotechnical Commission (IEC), American Petroleum Institute (API) dan China National Institute of Standardization. Thematic Session ini dimoderatori oleh David Jankowski dari Amerika Serikat.